Sunday, April 22, 2012

Dari Munif Chatib ke Muhammad Assad #Part 1


Tadi malam, saya sengaja pasang alarm di handphone jam 4 pagi supaya tidak telat. Ya benar, lagi-lagi saya seperti anak yang hiperaktif. Selalu mencari kesibukan di setiap weekend, ntah itu seminar, talk show, workshop, atau sekedar jogging. Sampai-sampai  teman kost disini hafal dengan kebiasaan saya ini. bagi saya sendiri, sebenarnya ini pengalihan saja supaya saya tidak terlalu fokus dengan homesick. Saya sendiri juga orang yang suka dengan ilmu baru, semua ingin saya coba, tapi kekurangannya, saya kurang bisa fokus dengan satu hal.

Hari ini saya sangat bersemangat sekali, karena akan dapat ilmu baru dari bapak Munif Chatib penulis buku Gurunya Manusia dan kak Muhammad Assad penulis buku Notes From Qatar. Kedua penulis ini akan berbicara di dua acara yang berbeda, dan itu artinya saya akan hadir di dua acara dalam satu hari.

acara pertama yaitu acara Edu Talk bedah buku Gurunya Manusia oleh bapak Munif Chatib dan buku Indonesia Mengajar oleh mas Asril dan teman-teman Pengajar Muda angkatan I. Tidak seperti buku Indonesia Mengajar yang telah menginspirasi saya untuk daftar Indonesia Mengajar setelah lulus, buku Gurunya manusia masih sangat asing ditelinga saya, mendengar judulnya pun baru sekali ini. dari judulnya yang sedikit aneh ,,Gurunya Manusia’’ saya memiliki gambaran buku ini sepertinya jelek. Kalau ada gurunya manusia, berarti ada gurunya hewan dan tumbuhan, begitu yang ada di fikiran saya. Ketika moderator memanggil nama bapak Munif Chatib untuk maju kedepan, fikiran saya berubah lagi, ,,bapak ini sepertinya bukan orang Indonesia asli, dari penampilannya memperlihatkan beliau orang berpendidikan, jadi mungkin bukunya bagus”. Bapak Munif Chatib membuka sesi bedah buku dengan memutarkan potret pendidikan di Singapura dengan segala fasilitas mewahnya dengan potret pendidikan di Indonesia yang digambarkan dengan bangunan sekolah yang atapnya bocor, dua kelas yang hanya terpisah sekat dalam satu ruang kelas, dll persis seperti sekolah ikal yang digambarkan di film laskar pelangi. Sangat kontras sekali perbedaannya.

Setelah menampilkan foto-foto, kemudian bapak Munif Chatib mengisahkan sebuah cerita yang sarat makna. Ceritanya seperti ini “ didalam hutan, ada sekolah untuk para hewan. Pada suatu hari, datanglah kelinci untuk sekolah. Disekolah itu, kelinci dilatih untuk berenang. Ternyata kelinci tidak bisa berenang, tetapi terus dipaksa untuk berenang. Lama-kelamaan, kemampuan larinya semakin berkurang, dan akhirnya ia pun tenggelam dalam kolam. Kemudian datang lagi seekor bebek untuk sekolah. Di sekolah hutan itu, bebek dilatih untuk terbang. Ternyata bebek mengalami kasus yang sama dengan kelinci. Ia tidak dapat terbang, dan kemampuan alaminya untuk berenang semakin berkurang. Akhirnya bebek itupun mati”. Dari cerita ini saya jadi tersadar betapa pendidikan di Indonesia sangat menyeramkan, khususnya saya sendiri dulu juga merasakan seperti itu. Sekolah adalah tempat yang paling dihindari oleh anak-anak, sekolah adalah sebuah tempat dengan serangkaian aturan yang ketat sama seperti halnya sebuah tempat untuk mencetak robot, bukan manusia. Di buku Gurunya Manusia Inilah bapak Munif Chatib menuangkan hasil pengalamannya dibidang pendidikan selama belasan tahun dengan mudah, jelas, dan ringan. Pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru. Guru adalah ujung tombak proses pendidikan. Namun pada kenyataannya, banyak daerah di Indonesia yang masih kekurangan guru dan banyak juga guru yang mengajar dengan cara konvensional. Menurut bapak Munif Chatib dalam buku ini, ada 3 hal  yang harus ditanamkan dalam diri seorang guru untuk menjadi guru yang menyenangkan, guru yang dicintai semua muridnya. Ketiga ranah tersebut adalah paradigma, cara, dan komitmen. Dalam medidik siswa, seorang guru sejatinya memandang setiap peserta didik adalah juara. Dengan menyelami setiap peserta didik, maka tak ada lagi kelinci-kelinci atau bebek-bebek yang mati karena belajar bukan dibidang keahliannya. Dari perubahan paradigma seorang guru kepada peserta didik, maka akan lebih mudah mengetahui learning style mereka, dan dengan komitmen, kesabaran, dan ketekunan maka akan lahirlah manusia-manusia berkualitas dan berkarakter nantinya. Sayangnya bapak Munif Chatib tidak mengupas tuntas buku ini karena keterbatasan waktu. Walaupun saya belum membaca buku ini, tapi saya yakin buku ini bagus dan sangat cocok untuk orang-orang yang menjadi pendidik untuk menjadi pendidik yang berkualitas, tidak hanya guru.

Setelah bedah buku Gurunya Manusia selesai, kemudian acara dilanjut dengan pengalaman mas Asril dan kawan-kawan pengajar muda dari Indonesia Mengajar. Kebetulan mas Asril ditempatkan di Tulang Bawang Barat, Lampung selama setahun untuk mengabdi disana dan ia sudah beberapa kali datang ke Rumah Belajar Insani tempat saya dan tim unair mengajar mengabdi untuk sharing tentang pendidikan . Saya sendiri sedikit banyak tahu tentang kondisi alam di Tulang Bawang Barat dari teman kuliah DIII dulu. Persis seperti yang dikatakan mas Asril, di Tulang Bawang Barat untuk jalur transportasi masih agak sulit, bila hujan deras jalanan tak bisa dilewati. Listrik hanya hidup dari jam 6 sore hingga jam 10 malam, banyak kebun karet sehingga rawan begal a.k.a perampokan, mayoritas penduduknya terdiri dari suku jawa, bali, dan lampung. Berbagai tantangan itulah yang harus dihadapi oleh para pengajar muda selama satu tahun. Tetapi sebelum terjun langsung ke daerah penempatan, sebelumnya para pengajar muda sudah ditraining selama 7 minggu. mereka diberi pelatihan kepemimpinan dan pelatihan kependidikan yang notabene bukan termasuk latar belakang dari para pengajar muda. Mereka juga sempat diterjunkan ke hutan tanpa perbekalan selama 3 hari dan hanya dibekali sebilah golok. dengan golok itu, mereka menggunakan apa saja yang ada di hutan untuk bertahan hidup. Bagi saya, orang-orang pilihan yang menjadi pengajar muda adalah orang-orang yang hebat. Mereka telah menginspirasi saya dan bahkan mungkin ribuan pemuda yang ingin ikut ambil bagian dalam melunasi janji kemerdekaan untuk mencerdaskan bangsa seperti mereka. Disaat banyak mahasiswa melakukan demo anarkhis atas kebijakan pemerintah kita, disaaat mereka hanya bisa mengecam kegelapan, ternyata masih ada pemuda-pemuda Indonesia yang terketuk hatinya dengan melakukan aksi nyata untuk suatu perubahan. Seperti jargon Indonesia Mengajar sendiri setahun mengabdi, seumur hidup Menginspirasi. Dan benar, ketulusan itu menular. Gerakan yang dicetus oleh pak Anis Baswedan ini dalam waktu kurang dari 3 tahun gaungnya sudah menyebar kemana-mana. Sekarang, semakin banyak yang tertarik untuk mendaftar jadi pengajar muda, Apalagi bulan ini hingga pertengahan Mei merupakan masa pendaftaran bagi yang berminat menjadi pengajar muda. Ahh, sayangnya saya belum lulus S1.. :(


ups, cerita selanjutnya to be continue yaa.. hehe

Bapak Munif Chatib

mas pengajar muda dari halmahera selatan(lupa namanya)-mbak Nila-mas Asril-pak Munif Chatib



0 comments:

Post a Comment

 

Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez